Direksi RSUD dr Tjitrowardojo Purworejo Bakal Dipanggil DPRD

Direksi RSUD dr Tjitrowardojo Purworejo Bakal Dipanggil DPRD

PURWOREJO, MAGELANGEKSPRES.COM - Layanan rumah sakit plat merah, RSUD dr Tjitrowardojo yang dikeluhkan oleh warga Desa Mlaran Kecamatan Gebang karena diduga berimbas pada kematian janin bakal berbuntut panjang usai Komisi IV DPRD Kabupaten Purworejo berencana memanggil jajaran direksi untuk memberikan klarifikasi. Wakil Ketua Komisi IV, M Abdullah saat dimintai konfirmasi menyebutkan jika klarifikasi tersebut dilakukan terkait bagaimana penanganan medis dilakukan terhadap ibu hamil Sri Wasiati (39) yang berujung pada kematian janin yang dikandungnya. \"Kami sangat menyayangkan hal itu, sebab ini menyangkut nyawa manusia. Jangan dibuat main-main, apalagi oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah,\" katanya, Selasa (25/1). Ditegaskan, sudah menjadi rahasia umum, kesehatan merupakan urusan wajib dan pelayanan dasar yang harus dijamin dan dilakukan pemerintah. Komisi IV yang membidangi urusan kesehatan secepatnya akan menyikapi permasalahan ini. \"Kami akan segera memanggil jajaran direksi RSUD Tjitrowardojo untuk meminta klarifikasi terkait kasus tersebut. Kami ingin dengar apa yang sesungguhnya terjadi, Jangan sampai kasus ini menjadi preseden buruk untuk dunia kesehatan di Kabupaten Purworejo,\" tegasnya. Masrukhin, mewakili keluarga korban menyatakan, pihak keluarga sempat didatangi pemerintah desa atas nama Puskesmas Gebang (Bidan Desa) meminta tanda tangan surat pernyataan islah atau damai. Terkait hal tersebut, pihak keluarga sudah memaafkan. \"Mau bagaimanapun janin sudah meninggal dunia alias tidak bisa diselamatkan, sementara ibunya saat ini juga masih butuh perawatan intensif. Keluarga sudah memaafkan, tapi kami rasa tidak perlu harus dimintai tanda tangan surat pernyataan,\" ucapnya. Ditambahkan, pihak rumah sakit sah menjelaskan tandatangan atau surat pernyataan itu sebagai langkah edukasi agar tidak terjadi kasus pulang paksa. Namun wajar juga jika pernyataan itu justru menunjukkan sikap arogan pihak rumah sakit untuk pembenaran semata. \"Dalam hal ini, tentu semua tidak mau berebut benar, penjelasan terkait pelayanan standar untuk pasien di saat pandemi yang harus dirawat di ruang isolasi juga sulit dicerna saat kondisi panik pasien butuh penanganan cepat,\" ucapnya. Menurutnya, RSUD Tjitrowardojo boleh fokus ke masalah miss komunikasi surat pernyataan isolasi (standar penanganan pasien Covid-19 bukan meng-Covid-kan pasien, red). Namun kata-kata arogan itu jelas keluar dari petugas medis saat memberikan pelayanan. \"Sebagai pasien yang tengah sakit dan kehilangan buah hatinya, itu menambah pukulan berat bagi ibu janin dan keluarga,\" ujarnya. Jika mau disoal, sambungnya, keterangan medis yang menyatakan janin sudah meninggal saat kesempatan kedua dibawa ke rumah sakit juga menjadi tanda tanya. Sebab janin tersebut akhirnya dilahirkan dengan proses persalinan normal tanpa cesar. \"Wajar juga ketika itu kemudian menjadi pemicu penyesalan, kenapa kali pertama masuk harus ribet diwajibkan tanda tangan pernyataan isolasi,\" ucapnya. Pihak keluarga justru baru tahu penanganan medis setelah janin keluar dari rahim ibunya secara normal. \"Jadi kami tetap teguh berpendirian, jika pihak rumah sakit merasa tidak mau disalahkan dan seolah tega menyalahkan pasien, itu akan menambah luka keluarga dan warga, bisa jadi kami akan menggelar aksi lebih besar untuk datang kembali ke RSUD Tjitrowardojo,\" katanya. (luk)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: